Buntut Bentrok Kebun Sekijang, Masyarakat Mengadu ke LAM Riau

RIAUBERKABAR | PEKANBARU - Masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Cinta Damai Desa Sekijang, Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, mengadu ke Lembaga Adat Melayu Riau Jalan Diponegoro, Selasa (7/9/2021).
Puluhan warga yang mengaku lahan kebun kelapa sawitnya diserobot paksa oleh puluhan oknum yang didatangkan oleh Manumpak Saing sejak bulan Maret lalu itu merasa terancam untuk kembali ke rumah mereka masing-masing, pasca bentrok dengan puluhan oknum 'bayaran' kelompok Makmur Surbakti di lahan kebun masyarakat pada Jum'at siang (3/9/2021).
"Enam orang warga kami dijadikan tersangka penganiayaan dan pembakaran 1 unit mobil, saat ini mereka ditahan di Mapolres Kampar," ujar H Bardansyah Harahap.
Kedatangan anggota kelompok tani Cinta Damai yang berjumlah 48 KK tersebut meminta bantuan kepada LAM Riau atas masalah yang muncul sejak kedatangan puluhan oknum yang lebih mirip preman bayaran yang menduduki secara paksa lahan perkebunan masyarakat sejak Maret lalu.
Kehadiran masyarakat di Balai Adat LAM Riau disambut baik oleh Datuk Khairul Zainal, Datuk Tarlaili dan Datuk Hermansyah.
Dalam kesempatan tersebut, LAM Riau sebut Datuk Khairul Zainal akan membantu masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Cinta Damai untuk mendapatkan haknya kembali dengan aturan yang berlaku.
"Ke siapa lagi kami mengadu di Republik ini, laporan kami ke Polsek, ke Polres tak ada yang diproses, giliran pihak sana yang melapor, tanpa menunggu terbitnya matahari, warga ditangkapi seperti menangkap teroris, dengan 10 mobil aparat mendatangi, mematikan sekring, lalu rumah warga didobrak, bagaimana warga tidak trauma," ujar H Bardansyah.
Didampingi kuasa hukumnya, Freddy Simanjuntak SH, MH menjelaskan, embrio kasus ini berawal selembar surat keterangan yang diterbitkan oleh mantan kepala desa Sekijang, Tarmizi pada tahun 2006 yang menerangkan terhadap lahan sawit masyarakat seluas 200 hektar tersebut adalah milik sah saudara Manumpak Saing.
"Sementara masyarakat memperoleh lahan 200 hektar tersebut berdasarkan ganti rugi terhadap tanah persukuan peliang yang diserahterimakan ke H Siddik Simbolon dari datuk-datuk dan pucuk suku peliang di desa Sekijang pada 31 Agustus tahun 1997, atau 24 tahun silam," ungkap Freddy.
"Nah berdasarkan surat siluman dari Tarmizi inilah Manumpak Saing memasukan oknum bayaran yang dipersenjatai untuk menguasai dan memanen lahan kebun yang dari semula ditanami, dipupuk dan dirawat masyarat selama ini, dan itu bisa dibuktikan dari umur sawit," beber Freddy.
Dilanjutkan Freddy, "Sekarang masyarakat tidak bisa memanen sawitnya, melapor tidak digubris, enam perwakilan warga ditahan, dalam keadaan trauma masyarakat takut kembali ke rumahnya masing-masing, dan berkeliaran menumpang di rumah keluarganya, sebegitu mirisnya kondisi masyarakat ini di tengah pandemi covid-19," tukas Freddy.
Freddy menjelaskan maksud masyarakat mengadukan nasib ke LAM Riau adalah bagaimana mereka bisa kembali dengan aman, tidur dan istirahat dengan tenang di rumah mereka masing-masing.
"Kemudian mereka bisa memanen buah sawit yang mereka tanam, dan harapan mereka terhadap enam orang warganya yang sekarang ditahan di Polres Kampar dapat ditangguhkan penahanannya dan dikeluarkan, dan laporan masyarakat yang 2 di Polsek Tapung Hilir, serta satu kasus pencurian sawit di Polres Kampar itu dapat diambil alih oleh Polda Riau, sehingga diharapkan Polda lah yang menangani persoalan ini," tandas Freddy.
Ditambahkan Freddy pihaknya sebagai kuasa hukum juga sudah berkoordinasi dengan Polda Riau dan berkirim surat juga kepada Bapak Presiden, ke Komnas HAM, Komisi III DPR RI, dan ke jajaran instansi terkait lainnya di tingkat pusat untuk meminta perlindungan hukum dan persoalan ini dapat terselesaikan dengan baik.
"Kejadian sejak pasca tanggal 3 itu, sesungguhnya mereka berusaha mengusir para preman yang diduga bayaran itu dari lahan perkebunan masyarakat ini, dan disitulah terjadi insiden, ada yang luka dan satu unit mobil dibakar. Bagaimana pun sebagaimana manusia kesabaran warga ada batasnya," terang Freddy.
Sementara Datuk Khairul Zainal mengatakan, akan membawa perwakilan warga untuk menghadap Bapak Kapolda Riau guna meminta kejelasan kasus ini.
"Dan LAM juga bersama Penggawa akan turun ke sana melihat langsung bagaimana situasi di lapangan, akan kita evaluasi apakah memang tidak ada campur tangan bupati, dan camatnya kok diam, begitu juga kalau aparat keamanan ada terlibat di situ kita akan cari data yang kongkrit dan minta penanganan hukum yang benar dan adil," tuturnya.
Datuk Khairul juga mengimbau masyarakat jangan terlalu cemas untuk kembali ke rumah masing-masing.
"LAM Riau berteman baik dengan Kapolda, dengan Danrem dan aparat penegak hukum lainnya, jadi pulang lah ke rumah masing-masing, Insya Allah kita cari solusinya," imbuhnya.
Masih di tempat yang sama Datuk Tarlaili juga menegaskan akan menindaklanjuti pengaduan masyarakat ini dan akan memperjuangkannya bersama-sama.
Sependapat dengan itu, Datuk Hermansyah mengatakan, LAM menyambut dengan baik dan LAM akan meng-crosscek fakta-fakta apa yang disampaikan dan disesuaikan dengan di lapangan.
"Kami juga prihatin dengan apa yang dialami masyarakat saat ini, tentu ada something wrong-nya, kita akan telusuri dari segala aspek, terutama aspek legalitas daripada keabsahan lahan tersebut, siapa pemilik sesungguhnya," katanya.
Ditambahkan dia, kita juga tidak menyangka bisa terjadinya suatu eksiden, peristiwa yang tidak seharusnya terjadi.
"Tentu ada sebab dan musababnya, silakan proses hukum masyarakat itu, tapi bila ada pihak lain yang salah secara hukum tentu juga harus ditindak secara hukum, itu yang namanya 'Keadilan'," tegas Datuk Hermansyah.
Ditegaskannya lagi, LAM tidak berkapasitas menyelesaikan masalah, tapi menampung segala persoalan anak kemenakan.
"Dikala dia benar kita berkewajiban mendampingi dia dalam proses hukum, tapi kala dia salah kita juga tidak bisa mendirikan benang basah," pungkasnya.
Ekspos Polres Kampar
Terkait enam perwakilan warga yang ditahan dalam kasus penganiayaan dan pengrusakan, dilansir dari berbagai media online, Waka Polres Kampar Kompol Rachmad Muchamad Salihi SIK, MH, mengatakan kejadian itu bermula saat para pelaku dan sekelompok orang mendatangi lokasi perkebunan sawit milik Makmur Surbakti di desa tersebut. Mereka hendak mengusir para pekerja di kebun tersebut lantaran mereka mengaku sebagai pemilik kebun tersebut.
"Mereka mengaku memiliki kebun kepala sawit itu. Jadi, mereka mengusir para pekerja yang ada di sana. Pengusiran itu sendiri dilakukan dengan tindak kekerasan. Seperti ancaman bahkan menggunakan senjata tajam," Senin (7/9/2021).
Lantaran tidak setuju dengan pengusiran itu, akhirnya terjadilah bentrokan antara kedua kelompok yang mengaku memiliki lahan tersebut. Dari bentrokan itu 1 orang mengalami luka berat dan saat ini masih dalam perawatan di rumah sakit. Selain itu para pelaku juga membakar 1 unit mobil Taft milik pekerja kebun.
Tak terima perlakukan itu, para korban lantas melaporkan kejadian ke Polsek Tapung Hulu. Sementara menindaklanjuti laporan itu, akhirnya polisi berhasil menangkap para pelaku tersebut kurang dari 24 jam dari kejadian.
Selain pelaku, sejumlah barang bukti juga turut diamankan seperti satu mobil Daihatsu Taft Nopol BM 1601AI dalam kondisi hangus terbakar, 3 bilah parang dan 6 unit Hp serta sejumlah barang bukti lainnya.
Kini keenam tersangka terancam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang penggunaan senjata tajam serta pasal 170 dan pasal 160 KUHP.
"Kini para pelaku tengah ditahan di Polres Kampar untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut," katanya.(har)
Editor :Helmi